Rabu, 24 Juli 2013

Cerita Sahabat #7

#LYDIA#

Yah.. Setelah kejadian malam itu yang membuatku agak, atau kurasa bukan agak, tapi sangat stres, di tengah malamnya aku kembali ber-chat ria dengan M E. 
"Haii.. tumben tengah malem on?? :))" yes! sent! Kulihat tanda centang dengan tulisan seen di kotak chat ku. Satu menit kutunggu, namun tak ada jawaban. Aku sudah mulai berpikir yang aneh-aneh. Atau mungkin dia memang sudah bosan ya chat denganku. Entahlah. kualihkan perhatianku menuju beranda. Ada M E di sana. Dia menulis status berisi 
"Eh cewe cantik tengah malem online. Kalo aku sih online terus biar kamu nggak bingung nyari aku Lyd. haha!" 
Deg! Jantungku seakan berhenti sejenak setelah aku membaca kalimat itu. 'Lyd'? Maksudnya aku? tapi Lyd kan bisa banyak.. Misalnya Lyd... eh.. Astaga! Otakku tidak bisa berfikir nama berawalan Lyd selain Lydia! Apa cuma aku? enggak lah.. Oh Tuhan!
"Hey! iya nih, nggak lagi pengen tidur. Haha!" astaga! dia membalas! Aku sedikit lega.
"Kamu belom tidur?" dia mengerimiku pesan lagi sebelum aku sempat membalas pesan sebelumnya
"haha.. iya nih.. abis berantem sama nyokap masa --"" jawabku. Kami terus menerus membahas semua hal. Aku juga menceritakan tentang kejadian tadi. Betapa menyenangkan dia bisa memberiku nasehat dengan pembawaannya yang santai. Aku menyukainya. Yah, walaupun aku belum pernah menemuinya, tapi ya sudahlah..
"Lyd, besok ketemuan yuk! ;)" baru saja aku memikirkannya! haha!
"Hah? ketemuan? dimana?"
"Di Cafe Pelita ya jam 5 sore, aku tunggu. ntar aku yang pake baju sama celana"
"haha! iya deh. tapi aku kan nggak tau muka mu yang mana.. -_-"
"iya tapi kan aku tau.. udah lah, dateng aja"
"iya deh, iya"
"trusss....." dia berhenti sejenak "kalo kamu takut aku orang jahat kamu bawa temen juga nggak papa. tapi aku bukan orang jahat kok. haha!"

#RENATA#
"Lisaaaa!!!! Lo nggak tau kejadian kemaren itu suer seru banget. Dari seneng, sedih, sampe rada ketakutan" 
"Iya? Cerita cerita!!"
"Gue tau cerita senengnya yang gimana!" suara ini.. Sudah tak asing lagi di telingaku. Ya, siapa lagi.. Mikha!
"Ih, sotoy lu!" jawabku sambil senyum. kulihat mata mikha tertuju pada jepit denimku. Saat tangannya hendak menyentuh jepit pemberiannya itu, seketika ada tangan sialan yang mencegahnya! Holly crap!
"Eh mikha.. Dari pada disini, hawanya nggak enak, mending kamu sama aku deh. Beneran deh, disini auranya negatif banget!" Astaga! Cewek sialan itu! Tita, siapa lagi yang bisa semenyebalkan si drama queen sekolah ini. Dia langsung menarik Mikha menuju meja makannya. Setelah mereka sampai, aku bukannya kesal, aku malah ngakak! Aku melihat ekspresi Mikha yang benar-benar risih di sana. seketika kulihat dia langsung berdiri dan pergi dari meja itu. Betapa bahagianya aku bisa melihat wajah Tita yang sangat kesal bercampur malu. Sebelum dia pergi, Mikha sempat berpaling sambil menunjuk kepalanya dan mengacungkan jempolnya padaku.
"Gimana nih? Masih ada hasrat mau cerita ke gue?" tiba-tiba saja Lisa melontarkan pertanyaan itu.
"Ah? Oh! Jadi kok, hehe" jawabku "jadi gini, gue mau cerita ini dulu karna menurut gue ini penting banget, dan gue nggak bisa selesaiin sendiri"
"Hah? Apaan emang?"
"Jadi kemaren gue abis belajar mat bareng mikha--bentar jangan dipotong dulu--abis itu, gue pergi ke rumah Kak Ridha. Lo tau kak Ridha kan?"
"gitaris lo kan?"
"Iya. Disana ada Kak Ridha dan Kak Tiexa. Kak Tiexa itu kakaknya Kak Ridha. Disana itu kita bicarain soal J. Lo tau apa?? Eh, tapi, lo bener jangan ceritain ini ke siapa-siapa ya!"
"Iya-iya reee. Udah ayo cepetan cerita"
"Lo tau kan J sama Ridha gimana mesranya kalo pacaran. Gue sering cerita kan? Nah! Si J itu dijodohin sama orang tuanya"
"Hah?? Nggak salah lo? Masih ada yang begituan?"
"Iyaa. Makanya. Gue, Kak Tiexa sama Kak Gita seteres. Terutama Kak Ridha. Gimanapun kata-kata bijak yang dilontarin sama Kak Tiexa, tetep aja dia terpuruk dan nggak berenti nangis"
"Astaga, bisa sampe gitu ya.. Tapi sampe sekarang Kak Ridha belom sampe ketemuan langsung sama J?"
"Belom. Gue ya bingung. Entah gimana gue bakal maki-maki J kalo gue sampe ketemu dia!"
"Yah jangan gitu juga dong Re.. Lah terus nasib band lo gimana? Cuma berdua gitu maksudnya?"
"Itu.. Iya.. Gue bangga banget sama Kak Ridha, dia udah sedih banget kaya gitu, tapi dia masih mikirin tentang band. Dia masih bersedia nge band sama Drira, tapi drummer diganti sama Rendy. Rendy itu pacarnya kak Tiexa" dan aku baru tahu juga kalo selama ini kak tiexa sering pergi ternyata besama laki-laki itu

#GITA#

Aku baru saja pulang kampus, dan sudah ditodong oleh Kak Lydia. Masa iya aku disuruh menemaninya ke Cafe untuk menemui laki-laki yang bahkan tidak dikenalnya! Memang dia tidak punya teman gitu? Ehm, tapi dipikir-pikir aku tidak pernah tau Kak Lydia punya teman selain temannya mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Entahlah. Yaah, tapi ya sudahlah, akan kulakukan demi sang kakak tercinta. Apa susahnya sih ke Cafe doang??
.
"Hey Lyd!" Ku lihat seorang laki-laki dengan kaos simpel dan celana jeans yang catchy melambaikan tangannya ke kakakku. Kami lantas menghampirinya
"Kamu M?" Tanya kakakku. Pertanyaan apa ini??
"Haha, jangan panggil aku gitu dong. Kenalin deh, aku Mada. Mada Emmanuelle" dia menjawab sambil membuka tangannya. Saat kakakku nyaris menyambut tangannya, tiba-tiba ada seorang gadis cantik dari belakang si Mada ini "Oh, hey win!" Sapa Mada
"Hai kak! Oh, ini kenalan kakak itu. Hai Gue Winda!"
"Oh.. Ehm.. Hai. Gue Lydia" jawab kakakku. terlihat sekali dia sangat kikuk
"Oh iya Lyd, iya. Kenalin Ini Alwinda Gintu. Sodara sepupu jauuuh banget gue" Kakakku hanya tersenyum tipis. Tipis sekali, sampai hampir tak terlihat jika kau tidak berada dekat dengannya. "Dia itu....."
.
*bersambung*

By: ADE RENATA

Rabu, 17 Juli 2013

Cerita Sahabat #6

#RENATA#

“kamu juga! Kamu disini paling tua! Kasih contoh yang baik kek sama adek kamu. Bukan dibiarin kayak gini! Seumur hidup mama gak pernah rasanya ngajari kalian hal bodoh kayak gini!” Kali ini Mama menunjuk kasar ke arah kak Lydia. Yang ditunjuk mulai riskan sekarang. Yang semula dia hanya diam saja, sekarang mulai maju perlahan dan menjawab lantang tuduhan Mama. Kak Lydia maju mendahului aku dan Kak Gita. Terima ini! Kakak pertamaku!!!!.
“Mama gak pernah punya hak ya Ma buat marahin kita. Bahkan mamapun gak pernah ada buat kita!”  Kak Lydia berkata lantang, namun tak emosi. Matanya menunujukkan kalau dia tenang. 
“Terserah apa kata kalian, deh. Terserah. Mama udah capek! Mama mau tidur!” Mama berkata cepat dan berlalu begitu saja tanpa mentap kami lagi. Kak Gita ikut-ikutan maju kali ini, 
“iya deh Ma, yang capek sama kerjaannya. Yang gak pernah nemenin anak-anaknya!”. Wow! Gila kak Gita. Aku rasa perkataan itu sedikit tidak sopan, tapi benar!. “Brak!” terdengar Mama menutup pintu kamarnya. Aku duduk di kursi panjang yang ada di ruang tamuku. Kak Lydia mengikutiku dan duduk di sampingku. Kak Gita yang melihat kak Lydia, ikutan duduk juga. Tapi di bawah. Kak Gita mencomot cemilan yang ada dimeja itu sebelum bicara,  
“kayaknya kita dapet sial malam ini!” Kata kak Gita, dengan tambahan suara ‘kress’ ketia dia menggigit cemilannya. 
“Malam ini? Memang tadi siang ada apa?” Kak Lydia bertanya dengan bijak dan lembut ciri khasnya. Kak Lydia memang sosok figure mama untuk kami. Bukan karena dia paling tua dari kami. Hanya saja aku rasa kak Lydia memberikan kasih sayang yang tulus buat kami adik-adiknya. 
“Ya, tadi aku ketemu sama anak kece gitu, Kak. Namanya Reuben. Yang bikin gak bisa lupa itu ya senyumnya yang manis itu. Ahhhhh!!!...” Kak Gita terlihat berseri menjawab pertanyaan kak Lydia. Matanya menerawang keatas, sambil tersenyum kegirangan. “Reuben?” Kak Lydia bertanya lagi. 
“Iya, dia bener-bener kece banget kak. Apa lagi kalo senyum, matanya jadi ngilang. Jadi kayak gini, nih!”  Kak Gita menirukan gaya anak cowok yang diceritakannya itu, dengan menarik kesamping sudut matanya. 
“Hahaha!” aku dan kak Gita tertawa bebarengan, sedangkan kak Lidya hanya tersenyum.
“Tapi gak tau kenapa ya, Git. Kayaknya kakak gak asing sama nama itu. Hmm.. ntahlah!” kak Lydia terdiam sebentar, lalu ganti menatapku. “Kamu sendiri kenapa? Rasanya ada yang aneh semenjak kamu pulang tadi. Kamu gak biasanya senyum-senyum gitu kalau lagi dirumah. Bahkan kamu juga gak menggubris perkataan mama yang lumayan kasar buat kamu tadi” Kak Lydia berkata panjang lebar sambil membelai rambutku. “ini apa?” kak Lydia menyentuh  jepit denimku yang dipasang, yaah.. you know.. untuk menahan poniku. “ah ini! Bukan apa-apa haha.. ya udah, Kak! Renata mau ke kamar dulu ya!” aku berlari kecil. Tapi samar-samar aku mendengar perbincangan kak Gita dan Kak Lydia sebelum menutup kamar. 
“Dia kenapa sih, Kak?”, 
“entahlah, Git. Mana kakak tahu. Yang jelas kakak tau Cuma satu… kayaknya kakak punya adek-adek yang sudah jatuh cinta….”
***
Ini sudah jam 12 malam, waktu aku menatap jam glow in the dark di meja samping spring bedku. Tapi aku masih belum bisa menutup mata. Jika aku menutup mata. Aku hanya bertemu bayangan Mikha. Kalau aku ngebuka mata. Aku masih melihat kejadian nyata tadi. Sepertinya aku bisa begadang cuma karena memikirkan si manis bermata bening itu. .. ahhh…
*flashback*
Aku menatap jam Baby-G pinkku. Sial, ini sudah hampir satu jam dari waktu janjian, aku terlambat. Semoga dia masih menungguku. Semoga. Aduhh.. ini kenapa ada acara macet segala sih. Lewat jalan alternative aja deh. Kenapa gak kepikiran dari tadi? Duh! Bego!
.
Itu Cafenya. Dan itu ruangan out door, yang katanya, “gue bakal pesen kursi di ruangan out door!”. Ya semoga dia juga tidak bohong dengan, “Itu Café punya om Gue, jadi kita bisa belajar sampai selama apapun juga!”. Aku memarkir kilat motorku. Setelah meletakkan helm di spion yang aku rasa bakal aman. Aku berlari kencang dan masuk ke dalam Café itu. Aku mulai mencar-cari meja yang bernomer 46. Tepat!. Itu bangkunya. Persis di depan pagar Café. Payungan besar serasa menutupi sinar matahari yang akan duduk di 2 bangku itu. Ya, 2 bangku. Tanpa orang yang duduk. Pasti dia sudah pulang, orang bodoh mana sih yang mau menunggu cuman buat ngajarin aku. Sia-sia. Aku capek. Aku mungkin butuh istirahat setelah berpanas-panasan di area macet di Jakarta. Aku duduk di salah satu bangku kosong di situ. Aku duduk dan menatap kearah tamannya. Ada lampu hias yang mungkin berkedip jika malam hari. Ada juga air mancur dengan ukiran halus di pinggirannya. Ada juga tanaman yang terpotong rapi sehingga menimbulkan kesan nyaman pada setiap orang yang melihatnya. Tapi aku belum bisa nyaman sekarang. Jika dia tidak ada, bagaimana ulanganku besok?, 
“sudah sampai?” suara dari belakang mengagetkanku.
“eh?” aku menengok cepat, seketika itu juga mungkin aku sudah terhipnotis. Tuhan! Apakah ini salah satu malaikatmu?. Hem pendek birunya sangat kontras dengan dalaman putih polos yang dipakainya. Belum lagi celana jeans panjang dengan gesper perak yang melingkarinya. Dia menjadi semakin cool dengan sepatu nike merahnya. Belum lagi rambut model acakannya yang dibiarkan begitu saja mengikuti arah angin. Matanya yang bening itu mentapku bingung. 
“Halo!! Adakah orang disini!” ini untuk kedua kalinya dia menyadarkanku. Aduh malunya. “Nih, tadi gue tinggal sebentar buat ambil ini!” Dia menyodorkan nampan yang dibawanya tadi. Aku menerimanya dan meletakkannya di meja kami. Dua gelas coklat dingin dengan kentang goreng keju, mungkin akan menjadi makanan terlezat yang aku makan seminggu ini. “Udah lama sampainya?” Mikha bertanya sambil menarik kursi untuk dirinya. 
“Barusan. Tadi dijalan macet! Lo udah lama ya nungguin gue?” yang ditanyain bukannya langsung ngejawab malah ngelirik pergelangan tangan tanpa jam. 
“Ya gak lama kok. Cuma sejam aja. Masih belum bikin gue jadi mumi hidup atau fosil raksasa!” dia tersenyum jahil menatapku. Oh ini bukan candaan. Aku salah, 
“Sorry Mikh, Sorry. Apa yang bisa gue lakuin buat ngeganti kesalahan gue?” aku bingung. Mikha malah ber‘hmmm’ saja dan tersenyum jahil-lagi lagi. 
“lo harus dapet nilai diatas 7 buat ulangan besok!” Hah Cuma itu? Cuma itu? Apa ini Cuma buat ngemotivasi aku aja?. Mungkin dia ngerasa aku kebingungan akhirnya dia menambahkan, “Mungkin ditambah 2 scoop ice cream coklat dan mint. Juga boleh!” Hahaha kali ini aku tertawa bersamanya sebelum aku mengiyakannya.
.
“Tuh bisa kan!” Mikha memandangku yang sedang bergulat dengan otakku untuk mengerjakan soal aneh dari buku paket matematikanya. Dia sih enak, Cuma bisa ngeliat aja sambil minum coklat dingin miliknya. 
“selesai! 15 soal yang, yah… susah susah gampang. Mungkin lebih condong ke susahnya kali!” aku merenggangkan kedua tanganku. Mikha tertawa. Dia menyodorku coklat dingin bagianku. 
“diminum gih! Mumpung esnya belum cair semua!”. Dia benar, aku bahkan belum menyentu permukaan gelas coklatku dari tadi. Aku menyuruputnya dengan kalap. 
“ah! Segarnya… mau dong di traktir ginian lagi!” aku menggodanya. Dia malah memperhatikanku lalu tertawa, 
“bilang aja lo mau ngajak gue nge-date lagi!”. Dia tertawa puas. 
“Gak ya! GR aja!”. Tertawanya malah menjadi jadi. Kring! Suara telepon. 
“Telpon tuh!” Mikha menunjuk BBku yang aku biarkan tergeletak di meja. Muncul tulisan ‘Kak Ridha Drira calling’ di layar BBku. 
“Halo?”, 
“Re, ntar ketemuan jam 5. Ada yang mau gue omongin sama elo. Ntar gue juga ngajak kak Tiexa. Ketemuan di Café star dideket jalan Gajah Mada ya!” klik. Kak Ridha mematikan teleponnya, bahkan sebelum aku menjawab, “iya” atau “liat nanti aja ya!”. Tunggu dulu, tapi ini kan Café Star. Berarti aku sudah disini sebelum dia mengajakku. Ini kebetulan yang aneh. 
“Kenapa lo?” Mikha bertanya heran. Mungkin dia bingung ngeliat aku ketawa tiba-tiba setelah berpikir sejenak. 
“Gak papa kok. Haha!” aku menjawab sambil belum berhenti tertawa.
“eh iya, Kata Tita lo vokalis band ya?” tiba-tiba dia tertarik. 
“ya, begitulah. Suara gue emang gak seenak Maudy Ayunda sih”, 
“Oh ya? Gue juga. Gue vokalis di band ‘The Overtunes’ band yang gue bentuk bareng kakak-kakak gue”. Pembicaraan ini menjadi lebih menarik, ketika kita sama-sama bersemangat membahas hal ini. 
“nama band gue ‘Drira’. Band gue lagi sibuk gitu, soalnya mau ada lomba”, 
“lomba? Mau dong ikutan!”, 
“boleh! Kita saingan nih! Haha!”, 
“iya saingan yang sehat aja tapi! Gak pake acara, santet-santet atau segala macem kan? Hahaha!”, 
“Hahaha! Bisa aja lo!”, 
“ntar gue bilangin deh sama kakak gue…” Tiba-tiba angin melewati kami. Rambut Mikha jadi berantakkan kebelakang. Eh? Apa itu? Itu bekas luka permanen panjang, di pelipis kanannya. Baru tau. 
“Mikh, itu kenapa?”, 
“itu yang mana?”, 
“yang ini!” aku menyentuh pelipisnya. 
“Oh ini! Ini luka waktu gue masih kecil, gue jatuh dari sepeda bareng cewek yang gue bonceng”, 
“Lo boncengin cewek?” mungkin nadaku bergetar, bukan karena marah, mungkin cemburu.
“Iya, temen masa kecil gue. Gara-gara itu, gue jadi gak berani naik sepeda lagi. Dan yang bakal lo tau, gara-gara ini juga gue jadi hilang ingatan. Gue gak bisa inget sapa temen kecil gue, gue gak bisa nginget apapun tentang kejadian sebelum gue jatuh. Sedih banget. Ini aja gue tahu semuanya dari kakak gue!” Dia berhenti, wajahnya menegang. Tiba-tiba mukanya pucat. 
“Lo gak papa?” aku khawatir. 
“nggak papa, gue mau ke toilet sebentar” dia pergi. Jatuh dari sepeda? Bareng temen cewek? Masih kecil? Jangan-jangan… DIA!
*flashback*
“Kak Mikh! Aku gak pegangan nih! Tuh aku bisa terbang!” aku masih kecil, aku dibonceng oleh temanku sekarang. Dia berteriak pelan, 
“Jangan! Nanti jatuh! Pegangan lagi!” Kak Mikha menyentuh pergelanganku lalu menaruhnya diatas pundaknya. 
“Kak Mikha juga dong! Bisa nggak sepedaannya tapi gak pake pegang setir?”, 
“enggak ah! Nanti kalau kita jatuh gimana?”, 
“Ya biarin aja, yang penting kita nggak mati kan? Coba dong!”. 
“nih aku bisa!” Kak Mikha merenggangkan tangannya. Semula dia seimbang, tapi sebelum ada lubang kecil yang membuat kita terlempar ke trotoar samping jalan. Tiba-tiba semuanya jadi gelap.

#MIKHA#

Ahh.. waktu dia bilang soal luka ini. Kenapa kepalaku jadi sakit sekali sih? Arghh.. aku berhasil memegang pinggiran wastafel sebelum kakiku melemas dan membiarkanku terjatuh disana…
*flashback*
“Re! Re bangunn…!” dia benar-benar pingsan. Mungkin dia tidak berdarah, tapi dia tidak sadar. Tiba tiba setetes cairan merah terjatuk di kening Renata. Aku menyentuh kepalaku. Berdarah? Kepalaku berdarah hebat!. Aku tak peduli yang penting sekarang gadis ini harus selamat dulu!. Aku menggendongnya di punggung. Aku berjalan tertatih membawanya ke rumah. Ini rumahnya. “Tante!!” aku berteriak, “Tante!!!” tidak ada jawaban. Dari dalam tiba-tiba kakak Renata keluar. Dia terlihat khawatir lalu berlari dan mengambil Renata dari gendonganku. Syukurlah, dia sudah ditempat aman. Syukurlah… Lagi-lagi semuanya gelap….

*bersambung*

By: TIARA PRADITA

Sabtu, 13 Juli 2013

Cerita Sahabat #5

Kurasa memang tidak ada susah-susahnya mengajari gadis itu. Dia memang anak yang cerdas. Semua materi yang kusampaikan padanya langsung diserapnya dengan baik. Ketika mengerjakan soal latihan pun dia bisa menyelesaikannya dengan baik. Aku bahkan tak mengerti mengapa dia tidak bisa mengikuti pelajaran tadi. Apa karna aku? Ntahlah. Yang jelas aku hanya dapat merasakan jatungku yang sepertinya senang sekali meloncat-loncat ketika berada di dekatnya.
"Sudah sampai Mas" suara itu memubarkan lamunan ku!
"Oh iya" terlihat angka 35.000 tertera di argo itu. Aku langsung mengeluarkan selembar uang 50.000 dan memberikannya pada supir taksi "kembaliannya ambil aja pak" kataku sambil membuka pintu taksi ini. Aku tiba saat kakakku juga tiba di sini. Reuben namanya. Dia keluar dari MINI Cooper Roadsternya dan menatapku. Terlihat sekali wajah sangaaaat ceria yang dipamerkannya. Ada apa ini? Tidak seperti biasanya. Ahh.. Entahlah, aku tak peduli! Yang penting aku sudah bisa melewatkan waktu bersama.. Yaah gadis itu..
.
Reuben berjalan mengekoriku memasuki rumah. Daann, pemandangan super mengejutkan terpapar dihadapanku saat ini. Kakak sulungku, Mada, sedang tersenyum kegirangan di depan laptop miliknya. Aku lantas melongo melihatnya seperti itu
"Kenapa lo bang, senyum-senyum sendiri" kali ini Reuben! Dia mengejutkanku- lagi, setelah supir taksi tadi.
"Haha, nggak papa Ben, lagi seneng aja, hahaha" jawab Mada. Dan ini??! Ini jauh dari jawaban yang biasa dilontarkannya pada kami! Sikap melongoku yang tadi sempat terputus, kulanjutkan lagi setelah mendengar jawaban darinya. Ini sangat jauh dari imej Mada yang selalu dijaganya agar selalu cool dan tenang.
.
#GITA#
.
Astagaa.. Aku nggak menyangka! Ada laki-laki selucu dia! Walaupun aku sempat benar-benar jengkel padanya, tapi ternyata dia sangat jauh dari imej laki-laki menyebalkan. Setelah dengan sukses menjatuhkan barang-barang belanjaanku dan meminta maaf atas itu, dia mentraktir kami bertiga- aku, Annisa, dan Adinda- makan ice cream di salah satu stand di mall itu. Dia menanyakan namaku, dan aku balas melakukannya. Laki-laki itu bernama Reuben. Reuben Nathaniel. Kami membicarakan banyak hal di sana. Mulai dari buku kesukaan kami, hobby kami, musik, dan semua hal, sedangkan Adinda dan Annisa hanya menjadi pendengar setia. Hampir semua hal yang kami bicarakan tak dimengerti oleh Adinda dan Annisa. Hingga dipenghujung perbincangan, kami saling bertukaran nomor kontak. Aku yang awalnya sangat tidak menyukai laki-laki itu, langsung berbalik 180° menjadi sangat menyukainya. Sedangkan kedua sobatku berputar sekitar 100° menjadi biasa-biasa saja kepada laki-laki itu. Bagai mana tidak, banyak sekali hal-hal yang disukai laki-laki itu yang sama sekali tidak dimengerti kedua sobatku, melainkan aku..
.
Apa ini? Aku lapar?! Bukankah tadi aku sudah makan bersama teman-temanku di mall? Azz.. Apa boleh buat. Namanya juga kepentingan perut. Saat keluar kamar, kulihat kakakku sedang sangat khawatir
"kak? Kakak kenapa? Kok mukanya bingung gitu?"
"Gimana kakak nggak bingung?!! Adek kamu, si Renata belom pulang sampe jam segini!" Jawab Lydia setengah nyolot- mungkin nggak setengah, tapi super! Kulirik jam dinding di sebelah lukisan keluarga kami. Iya, benar, sekarang sudah pukul 9 malam!
"udah kakak coba hubungi?"
"udah, dan hapenya mati" kakakku yang satu ini nggak akan pernah berubah jadi senyolot ini kalau bukan karna khawatir. Terlebih, sekarang yang sedang dikhawatirkannya adalah adik kesayangan kami. Renata.

"Hubungi temennya kak?"
"Kakak nggak tau nomernya" Jawab kak Lydia, lebih pelan, tapi sangat terdengar nada khawatir di sana. "Astaga, Renata. Kenapa bisa dia bisa sampe nggak pulang gini sih" Terdengar suara pintu terbuka
"Dah Gita, Dah Lydia" Ternyata mama. 
"Dah Ma" Jawabku
"Renata mana? Udah tidur?"
"Kita sekarang lagi bingung karna itu Ma" jawab kak Lydia "Renata sampai sekarang masih belum pulang Ma. Aku stres!" lanjutnya
"Hah?! Kok bisa? Udah kamu telpon? Kamu itu jadi kakak gimana sih? suruh jagain adeknya aja nggak bisa!" Kata mama, Kami- aku, Kak Lydia, dan Renata -sudah sangat terbiasa bila disalahkan oleh mama. Siapapun yang salah di rumah ini, mama pasti juga akan memarahi semua penghuni rumah ini. "Kamu juga Git! Renata nggak pulang pasti karna kalian nggak ada yang perhatian sama rumah!"
"Ma, yang nggak pulang itu Renata. Kenapa yang dimarahi aku sama kak Lyd? Mama sendiri juga baru pulang sekarang. Mama juga nggak perhatian kan sama rumah?" kataku. Inilah aku. Aku tidak akan pernah terima jika dimarahi atas kesalahan orang lain. Mungkin kalimatku terdengar nggak sopan. Tapi aku akan jauh lebih lega jika bisa melampiaskannya daripada memendamnya seperti yang dilakukan kak Lydia

"Kamu itu jangan bantah! Dibilangin sama orang tua bisanya bantah aja! Kamu itu sama aja kaya adek kamu! bisanya cuma bantah orang tua! Sampe malam gini nggak pulang-pulang kaya gini!....." dan bla bla bla. Akhirnya aku memilih diam. 
"Udah, kamu diem aja. nggak usah didengerin. Dari pada kamu juga kena marah." bisik kak lyd. Terdengar suara pintu yang dibuka. Itu Renata! Sekarang aku mempersilahkan kalian semua untuk menyaksikan- mungkin membaca- perdebatan sengit antara Adekku tercinta, Renata, dengan Mama. Perdebatan antara anak yang selalu membantah dan seorang ibu yang tidak mau mengalah jika sedang mengomel
"Daah.." Sapa Renata
"Kamu ini gimana, baru pulang sekarang....."
.
*bersambung*

By: ADE RENATA

Jumat, 12 Juli 2013

Cerita Sahabat #4

#RENATA#
.
Aku nggak tenang,  firasatku nggak enak. Pelajaran trigonometri ini semakin mengusik pikiranku. Ini bakal jadi hari menyebalkan!. 
“Mikha…. Itu Mikha, semoga dia masuk kelas kita! Semoga!” seorang anak berteriak ketika dia melihat si anak baru itu berjalan menyusuri koridor menuju ke suatu tempat-semoga bukan kesini. 
“Mikha!!! Mikha!!!” teriakan anak-anak kelas menggila, ini bukan kali pertama aku mendengar teriakan seperti itu. Tapi ini jauh lebih menyebalkan dari teriakan sebelumnya-teriakan dimana dia baru keluar dari mobilnya. Di sebelah si anak baru itu ada guru BP. tapi tetap saja, si anak baru tak tau diri itu. Berjalan mendahului guru BPku, seakan dia tak melihat siapa yang sedang mengantarnya. Ini akan jadi pemandangan paling buruk! Paling buruk!!!!
.
Dia masuk ke kelasku, semua temanku berteriak memanggil namanya , tak terkecuali Lisa. Teman sebangkuku yang juga sahabatku. Dia meneriakan namanya sekeras yang dia bisa. Beberapa detik setelah si anak baru itu masuk. Guru BPku menyusul dibelakangnya. 
“Dia akan jadi teman baru kalian..” kata guru BPku cuek. Lagi-lagi semua temanku berteriak senang. Ini bodoh! Ini sudah kelewatan. “silahkan perkenalkan diri..” guru mempersilahkan. 
“nama gue Mikha. Lo semua nggak perlu tau nama panjang gue. Gue baru dateng ke kota banjir ini. Kalo kalian gak mau terima gue sebagai temen. Lo mending gak usah temenan sama gue..” dia lebih keliatan menyebalkan! Dia tak tahu sopan. Please, di kelas ini ada 2 guru yang harus dihormatin. Tapi itu mungkin hanya pendapatku seorang, teman-temanku cuman speechless ngeliat Mikha membuka mulut.
“kamu boleh duduk situ!” guru BPku menunjuk ke salah satu bangku kosong di sudut kelas.
“No, Mrs. Jen. Aku mau duduk  disana!” dia menunjuk kearah Lisa. Lisa yang ditunjuk malah kegirangan. “bukan di samping lo. Tapi lo pindah, gue duduk disana” dia berkata tenang. Tapi nadanya tetap menyebalkan. Lisa mengangguk cepat dengan tambahan senyuman manis di wajahnya. Mikha mendekat. Lisa segera memungut tasnya dan berjalan menuju bangku di kosong di belakang sana. Aku gak ngerti apa yang dipikirkan si bodoh itu. Apa maunya sih. “Halo!” katanya sok manis memulai pembicaraan. Dia meletakkan tasnya di kursi sampingku. 
“gak usah sok baik deh!” aku melengos, aku tak mau menatapnya. 
“menurut lo kayak gitu?” dia berbicara lembut sekarang. Oh stop! Jangan seperti itu. Aku masih tak menatapnya. Aku hanya terfokus pada papan tulis di depan. Tapi tidak dengan hatiku, dia mulai berderak kencang. Aku harap Mikha tidak mendengarkan suara berisik ini.
“Besok ada jam saya kan? Saya pakai ulangan trigonometri yang barusan saya ajarkan!” Guru matematikaku berkata tenang tapi menakutkan- bagi kami. Sayangnya ketenangannya bertolak belakang buat muridnya. Satu persatu ku lihat ekspresi temanku. Ada yang terlihat mual, ada yang seakan tercekik, ada yang kaget hingga mulutnya tarbuka lebar, ada yang protes kecil. Dan ada yang tenang sambil tersenyum polos… senyum?. Mikha? Gila, dia santai parah! 
“Gue bisa ajarin lo, kalo lo mau?” seperti sadar dia kuperhatikan, dia bertanya lembut, dia tersenyum lagi. 
“gue gak butuh!” ups, aku harap dia nggak marah.
***
“kamu jadi makan apa, Lis?
“aku dibawain bekal sama mama. Kamu?”
“sama. Aku juga bawa”
.
Ini jam istirahat. Terasa menyenangkan, jika tahu sekarang aku bebas dari teman baru sebangkuku. Orang yang bermuka seribu, sehingga dia bisa punya mood yang berbeda-beda per detiknya. Aku harap barusan aku tak membicarakannya. Karena sekarang aku melihatnya berjalan mendekati kursiku dan Lisa. Dia berjalan santai dengan iring-iringan penggemar barunya. Ini harapan terakhirku ‘semoga-dia-tadi-tidak-melihatku’. Aku pura-pura tak melihatnya tadi, aku menutupinya dengan cara menundukkan kepala, membiarkan rambutku tergerai. Kurasa kau hanya bisa melihatku jika kau persis berada di depanku. Dan aku mulai makan bekal dan seakan tidak terjadi apa-apa. Kantin jadi sangat ramai karena anak-anak mulai meneriakkan namanya. Tak terkecuali Lisa yang ada di sampingku ini. “Mikhaaaaa!!!!” suaranya terdengar menusuk telinga. Seandainya disini tidak ada Mikha, aku pasti sudah mencakar mulutnya sekarang. Aku mencuri pandang dari ekor mataku. Dia semakin mendekat, Tuhan!! Aku mohon jauhkan si malaikat-iblis ini dari ku. Tuhan tak berpihak padaku, Mikha sudah duluan sampai di sampingku. Aku tetap melahap roti isi dagingku dan menelannya paksa. 
“Hay Mikh!” sapa Lisa riang. 
“Hay girl” jawab Mikha sok cool- atau memang benar-benar cool. Aku masih menunduk kali ini. “Nih…!” Mikha menyentuh rambutku dan mengikatnya ke atas telinga. Aku terdiam, bingung apa yang terjadi barusan. Aku menyentuh benda yang barusan di selipkan Mikha. Jepit denim. Deg-deg-deg-deg-deg… jangan sampai Mikha melihat mukaku. Aku yakin, mukaku semerah kepiting rebus dengan saos tomat sekarang. “Hobby banget sih poni nutupin mata? Kalau gini kan lebih enak diliatnya!” Dia menatapku sambil tersenyum. Entah berapa kali ini dia sudah tersenyum seperti itu. Tunggu dulu tadi dia bilang “banget”, tapi dia kan baru kali ini melihatku seperti ini?!
***

#MIKHA#
.
Yah, kelakuanku sedikit berani sekarang. Atau mungkin sedikit gila. Itu terbukti dengan berhentinya teriakan-teriakan wanita yang mulai mengacaukan hidupku, ketika aku menjepit rambut Renata. Hening sejenak. Tapi dia mengangkat kepalanya dan balas menatapku kali ini. 
“jujur deh Mikh, mau lo apaan sih?” dia berbicara pelan, mungkin hampir berbisik. Nadanya tidak marah-biasanya dia marah. Tapi sekarang lebih ke heran. 
“Hmm.. nothing. Kalau gitu gue balik ke kelas aja kali ya?” bingung mau bersikap seperti apa. Aku memutuskan menjawab seperti itu. mau gimana lagi namanya juga orang SALAH TINGKAH!. Ketika aku akan bangkit dari dudukku. Tak kusangka, Renata memegang pergelangan tanganku! Aku gemetar. 
“Sebentar, Mikh. Tunggu sini ya!” setelah berbicara seperti itu, dia lari menuju ke salah satu kios terdekat yang bisa dia kunjungi. Dan hebatnya, dalam waktu kurang dari semenit, dia sudah kembali dan berada di depanku sekarang. 
“ini.” Dia menyodoriku sekotak kecil coklat batangan. “semoga ini bisa ngeganti harga jepit lo.”  Aku menatapnya tanpa mampu berkata-kata. Ya Tuhan ini untuk pertama kalinya aku melihatnya tersenyum. Dia jauh lebih manis dengan jepit denim pemberianku.
“Thanks” aku mengambil coklat dari tangannya. Jika dia tahu, aku sedang panik sekarang.
“gue juga mohon bantuannya, ya?” dia bertanya malu-malu. 
“hah? Bantuan buat..?” aku bertanya datar. Jujur aku bingung ngelihat dia bingung juga. Dia tersipu sebelum menjawab ku, 
“Ajarin Trigonometri buat ulangan besok ya?” lagi-lagi dia menunduk, dia memainkan jemarinya. 
“Tentu! Dengan senang hati!” entah jawabanku bernilai apa buat dia. Dia menatapku lalu tersenyum lagi. Kali ini lebih tulus. Senyumnya yang kedua jauh lebih ceria. Kedua? Tidak ini bukan kedua kali saja. Aku rasa aku sering melihat senyum seperti ini. Tapi dimana? Kapan? Siapa?...
.
*bersambung*

By: TIARA PRADITA

Selasa, 09 Juli 2013

Cerita Sahabat #3

#Gita#
Astaga.. Kurasa ini waktuku untuk memanjakan diri! Aku sudah benar-benaaar jera dengan semua tugas yang diberikan oleh para dosen yang tidak berprike-gita-an. Okay, apa yang harus kulakukan. Pergi ke mall, melihat-lihat apa saja yang ingin dibeli oleh mataku ini.
.
"Hey, mengapa rumah ini sepi sekali" batinku saat aku mulai mengayunkan kakiku ke luar kamar. 
"Mbak, semua pergi ya?" Tanyaku pada Mbak Sum, orang yang setiap harinya membantu kami mengurus rumah. 
"Iya Non." Jawab Mbak Sum sambil masih melakukan pekerjaannya. Kurasa dia sedang menyapu
"Ntar kalo aku ditanyain, tolong bilangin aku pergi ya Mbak. Jalan-jalan" Kataku
"Iya non, nanti saya sampaikan" Jawab Mbak Sum dengan memalingkan wajahnya sekejap
.
Aku langsung menumpangi Suzuki Swift merahku. Sambil mengendarai nya, aku berpikir, sepertinya tidak enak jika hanya jalan sendiri. Ku ambil Hand Phoneku dan mencari kontak Annisa. 
"Halo, kenapa Git"
"Nis, lo mau ya ikut gue jalan. Kemana kek"
"Jalan? boleh, tapi gue nggak ada yang anter"
"Gue jemput"
"Oh, ya udah, oke"
*klick*
Annisa udah sekarang.. Ah.... mana ya.. Oh, ini!
"Halo?"
"Din, ikut gue jalan ye, ama Annisa juga.."
"Jalan kemana? gue ikut deh"
"oke sip, gue jemput lo"
*klick*
Sip Adinda bisa juga. bagus deh aku ada temennya
***
"Eh, beli baju yuk. kok kayanya gue liat di tabloitnya bayak yang bagus" Ajak Adinda
"Ya udah ayuk!" Jawab Annisa. Kami bertiga akhirnya menuju pusat baju di Mall itu.
.
Akhirnya selesai juga belanjaanku. Aku, Annisa, dan Adinda akhirnya merencanakan untuk akhirnya pulang. Saat kami berjalan menuju pintu keluar mall, tiba-tiba "Bruk" barang tas belanjaku jatuh semua!
"Eh! Lo kalo jalan ati-ati dong!" kataku dan sangat merasakan kesengsaraan bajuku yang baru saja jatuh itu.
"Ehm, Sorry mbak." Suara laki-laki itu terdengar ditujukan padaku. Hey! Teman-temanku, kenapa mereka tidak menolongku?! Sontak aku mengalihkan pandanganku ke mereka. Dan apa??!! mereka bukan malah nolongin malah melongo melihat laki-laki itu. Aku benar-benar sebal dengan mereka! Ada apa dengan laki-laki ini sampai..... ASTAGAAA!!!! 
"Lo nggak papa kan?" tanya cowok itu 
***
#LYDIA#
Astagaaa... Capeknyaa.. Tapi ku rasa itu terbayar. Semua tugas-tugasku sudah selesai. 
"Mbak Sum, Gita sama Renata kemana?" tanyaku menghampiri Mbak Sum yang sedang berkutat di dapur
"Non Gita lagi jalan-jalan Non, katanya. Kalo Non Renata mbak nggak tau"
"Oh, gitu. Ya udah deh. Kalo Mama?"
"Ibu tadi bilangnya pergi arisan Non"
"Oh, makasih Mbak" 
aku langsung meninggalkan Mbak Sum dan menuju kamar. Ini hari yang melelahkan! 
.
Ahh.. Segarnya. Baru saja aku selesai mandi, terdengar suara mobil Gita mulai melambat. kurasa dia sudah sampai rumah. Aku mulai mengenakan pakaian santai, kemudian langsung menyambar laptopku. Nyalakan wifi, buka facebook. Oh! ada chat, dan dia masih on. Dari  M E. Entahlah, tapi itulah nama yang tertera di profilnya
M E : "hai, kalo baca rep ya :D" 
Lyd : "hai! :)"
M E : "Eh udah on, baru pulang ya?"
Lyd : "Iya nih. Capek bangeet >,<"
Si "M E" itu adalah teman facebook ku. Dia menambahkanku sebagai temannya, dan ku konfirmasi. Sejak saat itu kami sering Chatting. Dia sangat menyenangkan, dan aku langsung menyukainya. Tapi sampai sekarang aku nggak pernah tau siapa nama aslinya. Aku hanya benar" penasaran. Di foto profilnya pun dia menggunakan foto grup band Muse. Di koleksi fotonya tak ada foto yang menunjukkan bahwa itu dia.
Lyd : "M, sebenernya kamu siapa sih?"
M E : "Aku.. Ada deh.. haha"
Lyd : "Sungguan deh, aku penasaran.. >,<"
M E : "Iya deh aku kasih tau, jangan marah dong.."
tulisannya hanya "M E is typing.." Nah! 
.
*bersambung*

by: ADE RENATA

Senin, 08 Juli 2013

Cerita Sahabat #2

“kring..” jam beker model sepatu cantik mulai berteriak membangunkanku. 
“Oke, oke. Gue bangun!” dengan lunglai dan mata yang masih belum mau dibuka ini aku berjalan mematikan benda berisik itu dan langsung bergegas menuju kamar mandi.
***
“sip, sekarang tinggal memasang ini dan… Sempurna!” Bercermin, ya, itu kebiasaan cewek normal umumkan?. Setelah yakin semua buku dalam daftar pelajaran sudah ku masukkan dalam tas, aku menyambar hand phone silverku yang sengaja kutaruh di tempatnya. Lampu berkedip merah, ada sms. Di Number name  tertulis *Kak Ridha Drira* dan dia mengirim sms yang sama 3 kali. Tidak biasanya. Bahkan smsnya hanya “Re, plsecall me after u read this :’(“ aku segera meninggalkan kamar, masih dengan bingung, kenapa Kak Ridha sms misterius gitu?, 
“Re, sarapan dulu!” Mama berbicara tanpa menatapku. 
“Renata bawa buat bekal ajalah Ma, tapi Renata lagi males buat naik motor sekarang. Anter pake mobil bolehkan?” kataku ngerengek ke mama. 
“True sweet heart, it’s yours. But sorry dear, bisa sama supir aja kan ya?” 
“terserah, yang penting gak naik motor” 
“jangan lupa bawa bekal nya!!! Makan yang banyak, dan…” oh entahlah aku tak mendengarkan mama, suara itu tenggelam dalam suara hujan di luar rumah.
***
“Jeremy Re, diabilang, dia dijodohin :’( gue nggak ngerti apa alasannya. Dia juga bilang, sebentar lagi diabakal tunangan .. huwaaaa…” Ini gila, belum pernah aku lihat Kak Ridha kayak gini. Ini bukan dia! 
“Oke Kak, keep calm. Lo harus tenang, right? Ceritain pelan-pelan Kak” Oh, aku harus bagaimana? Aku bukan orang yang mahir soal cinta, pacaran pun aku tak pernah. 
“Dia jahat Re. kalau emang dia gini mending dia bilang dari dulu, biar gak nyakitin gue kayak gini! Hiks hiks” Kak Ridha mulai tenang sekarang. Suasana masih gerimis, di jalanan meninggalkan bau anyir tanah dengan tambahan embun pagi yang sejuk. Aku masih dalam perjalan menuju mobil-ya tidak sepenuhnya tahu, karena suara tangisan Kak Ridha yang tidak memungkinkanku untuk melihat kondisi sekitar. 
“permisi non, ini sudah sampai” dengan tenang supirku membukakan pintu mobil dan tersenyum lembut padaku. Aku menutup telfon Kak Ridha dengan hormat sebelum aku membalas senyumnya. Baru saja aku ditinggal oleh mobilku yang menghilang di depan pagar sekolah. Dari arah belakang, muncul lagi mobil sedan hitam yang asli kalian bakal nganga ngeliatnya. Aku tak berhenti menatap mobil asing itu. Baru kali ini di sekolah ada orang sinting yang bawa mobil bagus kayak gini. Dari dalam mobil itu, keluar cowok tampan dengan kulit kuning langsat yang mengkilat terkena butiran hujan yang membasahinya. Aku makin nganga ngelihat dia, gak butuh waktu lama gerombolan para wanita sekolahku berlarian menghampirinya.
“permisi dong, gue juga pingin lihat!” aku penasaran, gak sepantasnya cowok baru yang datang diberi sambutan hangat kayak gini. Kecuali dia sedikit istimewa- oh mungkin tidak sedikit, tapi memang super istimewa!.
”hati-hati dong!” para siswi yang tidak sengaja aku injak kakinya atau kusikut lengannya selalu menggerutu ketika aku berhasil menerobos melewati mereka. Shit, aku kejepit. Tinggal selangkah lagi aku bisa liat dia. Kenapa aku harus ada diantara tikaman lengan si 2 beruang ini sih. Oke, harus bisa keluar dengan sekuat tenaga. Satu… dua.. tiga.. yap aku lolos, oh mungkin tidak. “brak” pas, aku harap petir menyambarku sekarang. Aku jatuh tepat di depan Si Anak Baru itu. Gemaan tawa siswi-siswi memenuhi telingaku sekarang. Aku bangkit, mencoba membersihkan rokku yang basah oleh kubangan kecil disana. 
“Kamu ini, ceroboh atau apasih?” aku langsung menatap ke sumber suara yang ternyata “Si Anak Baru yang kece itu-tidak yang menyebalkan itu!”. Dia membuka kaca mata hitam nya. Awalnya, alisnya tak terlihat dan sekarang sepasang mata beningnya menyorot langsung ke mataku. Awalnya aku deg-degan, tapi selanjutnya.. “bodoh” suaranya berbisik namun pasti, tambahan lagi SENYUM SINIS KECUT nya itu yang bikin aku langsung berbalik 360° menilainya. Senyumnya makin menyebalkan. 
“eh, iya deh. Lo ganteng, tapi enggak sama sikap lo!” Refleks, camkan! Aku bukan cewek yang kalo dihina diem aja. Sekali pun yang bilang Si Anak Bermata Bening itu. Lho? Kok aku jadi muji-muji dia terus sih?. 
“heh!” tiba-tiba tangan kasar mendorongku dari belakang punggungku. Mati aku! 
“Lo itu siapa sih? Berani-beraninya lo ngomong gitu! Lo gak pantes ngerti! Nggak P-A-N-T-E-S!” Dia Tita, cewek terkece yang mungkin bisa dibilang paling ditakutin di sekolah. Siswi lain melongo aja ngeliatin adegan ini. Bantuin gue kek!. 
“udah-udah… anggep aja yang tadi itu nggak pernah ada. Okay?” Dengan tampang stay coolnya, Si Anak Baru tadi makin menjadi-jadi. Sekarang dia tersenyum manis, senyum yang ngebuat Tita meleleh- oke keliatan banget, soalnya Tita melongo. Tapi enggak di mataku! Dia tetep anak yang paling nyebelin yang pernah aku kenal. Skip! Dari pada sebel. Mending pergi dari tempat ini. Aku lari…
.
#MIKHA#
.
"Dia siapa?" aku bertanya pada anak yang, ya.. lumayan cantik sih. Tapi tidak! Dia bukan tipeku. 
"Dia yang mana?" cewek itu menjawab dengan nada yang imut dibuat-buat. aku yakin!
"yang tadi, yang jatuh itu."
"Oh, Si Cewek yang tadi kamu bilang bodoh itu? Dia memang nyebelin sih. Waktu itu aku aja pernah..." belum selesai dia menjawab, aku potong jawabannya dari pada aku mendengar jawaban nggak penting yang ngerusak telinga
"I just ask, who is she?"
"Oke, oke, jangan marah gitu dong. Nanti gantengnya ilang lho. Dia itu Renata, banyak yang panggil Rere. Dia anak 10-3 yang jadi vokalis band murahan di sini" Si Cewek berhenti sebentar untuk bernafas, "lalu, nama kamu sendiri siapa?" mimik wajahnya berubah jadi ceria. Damn! I hate poker face. Dia ngulurin tangannya.
"Mikha, nama gue Mikha Angelo" demi Tuhan sebenernya gue nggak mau pegang tangannya but it's my first time in this school. Aku nggak akan buat kesan buruk tentang diriku sendiri. Aku jabat tangannya.
"nama gue Tita Margarettha, panggil aja Tita" dia tersenyum manis
.
jadi nama cewek itu Rere? Manis juga. Jadi pernasaran... Tapi matanya, aku kenal mata itu. Apa mungkin dia itu "dia"?
*flash back* 
"Kak Mikha! Ini lho, bunga yang ini. Coba cium! Harum lho!" Si Perempuan mungil dan cantik itu menyodoriku dengan bunga yang tak ku ketahui namanya. Aku mengambilnya. Dia tersenyum, dia jauh lebih manis 
"Wah, iya, harum, tapi lebih cocok di... sini!" selesai menciumnya, aku yang masih kecil itu, menyematkan bunga ungu itu di selipan telinganya.
"aku cantik kan kak? Cantikkan?" dia bertanya dengan riang. 
"Ya, kau cantik. Cantik sekali..." aku hanya menjawabnya dari dalam hati. Dan bayangannya mulai tersapu oleh ingatan lama yang tak bisa lebih parah ku Ingat.
.
*bersambung*

By: TIARA PRADITA

Minggu, 07 Juli 2013

Cerita Sahabat #1

"Kalian jangan sedih lagi! Mikha selalu ada buat kalian!"
"Nggak cuma Mikha," sambil menepuk dadanya "Reuben juga akan selalu ada buat kalian
"Hahaha" Aku, Kak Gita, dan Kak Lydia tertawa bersama. Sepertinya memang aku yang paling muda dan polos saat itu 
"Kak Mada nggak mau jagain kita bertiga juga" tanyaku dengan polosnya
"Kakak nggak jagain kalian bertiga doang" sambil mengacak rambut kami bertiga "Tapi kakak bakal jagain kalian semua"
"Yeay! Gita sayang kakak!" Kata kak Gita langsung memeluk Kak Mada
"Aku juga!" tanpa ragu aku juga langsung memeluk Kak Mada. Terlihat wajah wajah Kak Lydia masih ragu. Karna setelah Kak Mada, ya Kak Lydia yang paling tua dari kami ber 6
"Kita juga doong. Sayang sama kakak yang satu ini. hehe" Kak Mikha dan Kak Reuben juga langsung menyambar dan kami berpelukan ala-ala teletubbies. Tanpa berkatapun Kak Lydia akhirnya juga berpelukan bersama. Lengkaplah kebahagianku saat itu
.
Ahh.. Sudah Lama Banget ya.. Aku rindu mereka. Foto ini mungkin satu-satunya kenangan kita..
*Ding.. Dong..* oh, telpon dari J "Halo, kenapa kak?" Jawabku
"Ayo Re! Lo gak dateng-dateng, gue sama Ridha nungguin udah lama nih" kata Kak J
"Astaga! Latihan ya? Duh, gue hampir lupa nih" jawabku kaget
"Ya makanya, Lo cepetan ya" 
"Astaga, iya-iya kak. Lo paling ya seneng dua-duaan sama Kak Ridha di rumahnya pula. Kurang seneng apa lagi Lo kak" kataku dengan nada menggoda
"Hzz.. Haha! Udah ah! Lo cepetan sini ya"
"Okeeee boss" 
.
"Kak Lydia, aku pergi dulu ya" kataku
"Pergi kemana Re? Latihan?" tanya kak Lydia
"Iya kak" jawabku sambil menyaut kunci motor dan helm ku
"Nggak mau kakak anter naik mobil aja?" 
"Enggak deh kak, Thanks. Udah ya Kak, aku berangkat, daah!" kataku sambil melambaikan tangan "Kak Gitaaa, Renata pergiii... Dadaaahhh!!" teriakku pada Kak Gita, ku rasa dia berada di dalam kamarnya
"Iya Ree! Daah!!" Sahutnya juga berteriak
"Ati-Ati ya Dek" kata Kak Lidya saat aku sudah berlari menuju motor kesayanganku itu. 
Ku rasa, di rumah ini yang bisa naik motor hanya aku. Kakak-kakakku lebih suka menggunakan mobil untuk pergi kemana-mana. Mereka sudah punya mobilnya masing-masing. Aku tidak iri, toh aku juga nggak bisa naik mobil. Males juga diantar jemput sama sopir. Kurasa satu-satunya supir di rumah ini sudah dikuasai Mamaku. kalian bertanya-tanya tentang papaku? Dia hanya kembali kerumah ini setiap Natal saja. Papa kerja di Amerika. ya, aku rindu padanya, tapi sudahlah, toh setiap tahun aku masih bisa melihatnya selama satu bulan, masih lebih baik dari pada tidak melihatnya sama sekali.
Kurasa aku sudah sampai di rumah kak Ridha. Disini adalah tempatku, J, dan tentunya kak Ridha untuk latihan band. diantara rumah kami bertiga yang ada tempat kedap suara dan alat musik terlengkap ya hanya di rumah kak Ridha.
.
"Wei! Kak! Ciee yang memanfaatkan keadaan mumpung gue nggak ada" sapaku pada Kak J dan Kak Ridha sekaligus menggodanya
"Ih apaan sih. Lo udah dateng paling telat juga. Udah ah, ayok latihan" jawab kak Ridha. sedangkan kulihat J hanya senyum-senyum sendiri
"By The Way, kak Tiexa mana? kok tadi gue nggak keliatan?" tanyaku
"Kak Tiexa lagi pergi, ntahlah kemana" jawab kak Ridha
"Udah ayook latihan.. Jangan ngegosipin calon kakak ipar gue.." kata Kak J
"Eh, cieeeee.. yang udah ngebet mau nikah kak.. Baru juga kuliah semester 1" jawabku. Kelihatan sekali wajah kak Ridha memerah haha!
Yak, dan latihanpun dimulai. Kami bertiga adalah personel dari grup band "Drira". Sekarang ini kami lagi latihan yang sangat intensif untuk suatu ajang kompetisi antar band. Walaupun ajang kompetisi ini nggak sampai di siarkan di TV, tapi cukup bergengsi, karena salah satu orang yang menjadi juri dikompetisi ini adalah Iwan Fals, dan cukup banyak peminatnya pula. Band kami terdiri dari 3 orang: Aku sebagai Vokalis, Kak Ridha sebagai Guitaris, dan Kak J sebagai Drummer.
"Wew, tiap latian kita makin mantap aja nih" Kata Kak J
"Iya dong, semoga aja Drira bisa menang ya!" sahut Kak Ridha
"Sip" Kata Kak J "Kamu kok diem aja Re?" tanyanya. Huh! Bagaimana aku bisa nggak diam saja saat aku sedang benar-benar rindu 'mereka'
"Hah? Masa sih? Haha" jawabku "Udah ya, gue pulang duluan. Kalian jangan pacaran mulu ya! Beduaan di rumah sendirian bahaya!!" lanjutku sambil langsung melesat pergi
"weii!! rese lu Re!"
"Dadah!! Entahlah apakah suaraku masih terdengar atau tidak, tapi sudah tidak ada jawaban. Ya sudahlah..
.
*bersambung*

By: ADE RENATA