Senin, 12 Agustus 2013

Cerita Sahabat #8

#RENATA#

Kring…! Bel menyadarkan, betapa lamanya aku telah bercerita kepada Lisa. Curhatan ini menyenangkan. Bahkan terbawa asyik. Aku menyedot Pop Ice coklat yang mulai mencair itu. 
“Gawat!” Lisa tiba-tiba memegang pundakku dengan lantang, sukses membuatku hampir terjungkal ke belakang. 
“uhuk!” aku tersedak hebat. Lisa menepuk-nepuk punggungku panik. “apaan sih Lis?! Harus banget pake acara ngedorong segala?” setelah tersedakku sembuh, aku malah memarahi malaikat yang menyembuhkanku itu. 
“Sorry, Re. Cuma ini… aduhh ituloh! Sekarang kelasnya Mrs.Ve!” Lisa celingukan. 
“kalo kelasnya Mrs.Ve emang kenapa?”, 
“Ulangan Re! ulangan!”. Ups, aku lupa. Sejak kapan aku jadi se bodoh ini? Aku menarik pergelangan tangan Lisa dan membawanya lari menuju kelas.
***
“Baru dateng? Nekat banget jamnya Mrs.Ve telat” Mikha berbisik pelan. Oh ayolah, tidak bisakah aku mendapat ketenangan. Bahkan aku baru saja mendamparkan tubuh ke kursiku. Bahkan Mrs.Ve pun belum datang. 
“Bisa diem aja gak?” aku menatap Mikha kasar. 
“santai kali” Mikha berkata santai masih tanpa menghentikan tatapannya yang menusuk lurus indah kemataku. Tiba-tiba dia mencubit hidungku. 
“Aduh! Sakit bego!” aku memukul lengannya pelan. 
“abisnya gemes sih, Re. haha” Dia tak menatapku lagi. Dan sekarang mengambil I-Phone nya lalu mengutak-atiknya dengan cuek. “Oh iya Re!” Ini untuk kedua kalinya dalam sejam, aku sukses dibuat terkaget-kaget oleh dua orang aneh. 
“Apa sih Mikh?”, 
“Gue setuju!”, 
“setuju apaan?”,
“lo kan kemaren ngajak gue buat ikutan lomba band yang versusan bareng band lo itu!”,
“sebentar, kapan gue ngajak? Orang lo-nya sendiri yang tiba-tiba ngerengek minta ikutan.”,
“iya deh, buat yang itu. Gue sama kakak-kakak gue setuju ikutan.”, 
“yah … terserah deh ya. Kalo kalah lo jangan nangis”, 
“kayaknya bukan gue yang nangis deh Re, tapi lo. Tuh liat!” Mikha menunjuk ke arah jendela, dan pemandangan yang aku lihat sungguh mengerikan.
.
Itu Mrs.Ve dengan kacamata kotak berframe putih, rambutnya yang dikuncir rapi model ekor kuda kebelakang, menambah kesan keganasannya, aku ulang “KE-GA-NA-SAN-NYA”!. Oh tuhan! Puluhan kertas yang dibawanya menjadi awal dari siksaan hari ini. Ini dia, Mrs.Ve masuk kelas. 
“Masukkan semua buku dalam tas, tidak ada yang ada di meja, kecuali bolpoin dan tipe-x. jika ketahuan kalian menyontek, akan saya hapus semua nilai kalian di semester ini” Sapaan yang buruk, Mrs.Ve! Keringat dinginku mulai mengucur. Mengalir mulai dari kepala, jatuh ketangan. Dan mulai semakin hebat ketika soal ulangan sampai pada mejaku. Aku serasa mual. Bahkan aku tidak merasakan apa yang aku pegang, atau aku memang tidak memegang apa-apa. Aku terlalu gugup,dan mulai membuat Mikha heran. Dia melihat kertas ulangannya dan menariknya sampai menutupi batas matanya. Sehingga dari depan mukanya tidak terlihat. 
“Ssst..!” Mikha mengodeku. Aku hanya menoleh. Dia berbisik, “You promised me something yesterday…”. I know Mikh, and I also know I can do it, I WISH!

#MIKHA#
.
Saat aku melihat soal ini, aku heran, apa yang harus ditakutkan dari soal segampang ini?. Bahkan aku mampu mengerjakannya hanya dalam waktu 20 menit. Sepertinya ke enjoy’anku bertolak belakang-sangat- dengan teman-teman. Aku melihat mereka, seperti manusia yang tak bernyawa, namun tak mati. Mungkin, bagi mereka ulangan hari ini seperti tantangan meja kematian. But, for me, ini hanya ulangannya yang sama mudahnya dengan bermain Uno Card. Hanya butuh taktik yang hebat agar kau bisa menang. Yap! Just that!. Aku menatap Renata. Dia tidak lain dengan teman-teman. Wajahnya sangat tegang. Buliran keringat jatuh dari keningnya. 
“shh, keep calm, okay?” aku berbisik lagi dan menatapnya. Dia balik menatapku. Tatapannya, takut bercampur ketidakenak-an, dan itu terlihat sangat nyata! Dia mengalihkan tatapannya, kembali pada soal ditangannya. Mungkin ini akan sedikit bodoh- mungkin tidak sedikit, tapi banyak! Aku memegang punggung tangan Renata. Dan ternyata aku baru sadar, kalau tangannya benar-benar dingin. Aku menatapnya, dia langsung menoleh cepat ke arahku. Mukanya memerah, dan itu pemandangan yang indah. Oke, mungkin bukan saatnya untuk ini sekarang
.
Tangannya menghangat, dan ini menyalur langsung ke hatiku sekarang. Dan si hati ini sangat berisik sekarang. Mungkin, aku akan mati kesenangan sebentar lagi. Semoga kata-kataku sebentar lagi akan menambah semangatnya.
“Bagaimana jika aku beri satu janji lagi?” dia diam, sepertinya memperhatikan. “Jika kau berhasil mendapatkan nilai 8 di kiri angka, aku akan mentraktirmu nonton weekend ini!”. Oh Tuhan, dia diam. Apa dia tidak tertarik?. 
“Jika ditambah traktiran Donat Mint dengan creamchesse, aku setuju…” dia menjawab! Apa aku terlihat senang?, 
“sebanyak yang kau mau Re!”, 
“Kamu baik deh!”. Aku sadar, bahwa si manis berjepit ini mulai menanggapi pembicaraan ber”aku-kamu”ku. Dia tersenyum. Inilah adegan yang aku tunggu-tunggu.  Dia melepaskan genggamanku. Dan mulai menulis sekarang,  menggarap soal-soal itu dengan semangat. Mungkin sedikit terhenti dengan menggigit-gigit bolpoinnya, atau dengan menghitung jari-jarinya. itu sungguh terlihat menggemaskan!. 
“aku rasa ada yang akan ku ajak kencan weekend ini” aku sengaja mengeraskan di bagian “kencan” itu. Tapi aku rasa dia tak dengar, mungkin terlalu sibuk menggarap. Tunggu! Kenapa sekarang aku jadi mulai berharap? berharap kalau dia akan menjadi wanita yang pertama kali aku ajak kencan. Dan berharap dia menjadi… menjadi… pacar? Yang itu agak mustahil. Ah entahlah, yang aku harap sekarang, semoga dia hanya akan menyelesaikan soalnya dan mendapat nilai diatas 8. Tuhan, kau sungguh baik. Maukah kau mengabulkan permohonanku ini? Mungkin bukan aku, tapi KAMI
.
*bersambung

By: TIARA PRADITA