#RENATA#
Kring…! Bel menyadarkan, betapa
lamanya aku telah bercerita kepada Lisa. Curhatan ini menyenangkan. Bahkan
terbawa asyik. Aku menyedot Pop Ice coklat yang mulai mencair itu.
“Gawat!”
Lisa tiba-tiba memegang pundakku dengan lantang, sukses membuatku hampir
terjungkal ke belakang.
“uhuk!” aku tersedak hebat. Lisa menepuk-nepuk
punggungku panik. “apaan sih Lis?! Harus banget pake acara ngedorong segala?”
setelah tersedakku sembuh, aku malah memarahi malaikat yang menyembuhkanku itu.
“Sorry, Re. Cuma ini… aduhh ituloh! Sekarang kelasnya Mrs.Ve!” Lisa celingukan.
“kalo kelasnya Mrs.Ve emang kenapa?”,
“Ulangan Re! ulangan!”. Ups, aku lupa.
Sejak kapan aku jadi se bodoh ini? Aku menarik pergelangan tangan Lisa dan
membawanya lari menuju kelas.
***
“Baru dateng? Nekat banget
jamnya Mrs.Ve telat” Mikha berbisik pelan. Oh ayolah, tidak bisakah aku
mendapat ketenangan. Bahkan aku baru saja mendamparkan tubuh ke kursiku. Bahkan
Mrs.Ve pun belum datang.
“Bisa diem aja gak?” aku menatap Mikha kasar.
“santai
kali” Mikha berkata santai masih tanpa menghentikan tatapannya yang menusuk
lurus indah kemataku. Tiba-tiba dia mencubit hidungku.
“Aduh! Sakit bego!” aku
memukul lengannya pelan.
“abisnya gemes sih, Re. haha” Dia tak menatapku lagi.
Dan sekarang mengambil I-Phone nya lalu mengutak-atiknya dengan cuek. “Oh iya
Re!” Ini untuk kedua kalinya dalam sejam, aku sukses dibuat terkaget-kaget oleh
dua orang aneh.
“Apa sih Mikh?”,
“Gue setuju!”,
“setuju apaan?”,
“lo kan
kemaren ngajak gue buat ikutan lomba band yang versusan bareng band lo itu!”,
“sebentar, kapan gue ngajak? Orang lo-nya sendiri yang tiba-tiba ngerengek
minta ikutan.”,
“iya deh, buat yang itu. Gue sama kakak-kakak gue setuju
ikutan.”,
“yah … terserah deh ya. Kalo kalah lo jangan nangis”,
“kayaknya bukan
gue yang nangis deh Re, tapi lo. Tuh liat!” Mikha menunjuk ke arah jendela, dan
pemandangan yang aku lihat sungguh mengerikan.
.
Itu Mrs.Ve dengan kacamata kotak
berframe putih, rambutnya yang dikuncir rapi model ekor kuda kebelakang,
menambah kesan keganasannya, aku ulang “KE-GA-NA-SAN-NYA”!. Oh tuhan! Puluhan
kertas yang dibawanya menjadi awal dari siksaan hari ini. Ini dia, Mrs.Ve masuk
kelas.
“Masukkan semua buku dalam tas, tidak ada yang ada di meja, kecuali
bolpoin dan tipe-x. jika ketahuan kalian menyontek, akan saya hapus semua nilai
kalian di semester ini” Sapaan yang buruk, Mrs.Ve! Keringat dinginku mulai
mengucur. Mengalir mulai dari kepala, jatuh ketangan. Dan mulai semakin hebat
ketika soal ulangan sampai pada mejaku. Aku serasa mual. Bahkan aku tidak
merasakan apa yang aku pegang, atau aku memang tidak memegang apa-apa. Aku
terlalu gugup,dan mulai membuat Mikha heran. Dia melihat kertas ulangannya dan
menariknya sampai menutupi batas matanya. Sehingga dari depan mukanya tidak
terlihat.
“Ssst..!” Mikha mengodeku. Aku hanya menoleh. Dia berbisik, “You promised me something yesterday…”. I know Mikh, and I also know I can do it, I WISH!
#MIKHA#
.
Saat aku melihat soal ini, aku
heran, apa yang harus ditakutkan dari soal segampang ini?. Bahkan aku mampu
mengerjakannya hanya dalam waktu 20 menit. Sepertinya ke enjoy’anku bertolak
belakang-sangat- dengan teman-teman. Aku melihat mereka, seperti manusia yang
tak bernyawa, namun tak mati. Mungkin, bagi mereka ulangan hari ini seperti
tantangan meja kematian. But, for me, ini hanya ulangannya yang sama mudahnya
dengan bermain Uno Card. Hanya butuh taktik yang hebat agar kau bisa menang.
Yap! Just that!. Aku menatap Renata. Dia tidak lain dengan teman-teman.
Wajahnya sangat tegang. Buliran keringat jatuh dari keningnya.
“shh, keep calm, okay?” aku berbisik lagi dan menatapnya. Dia balik menatapku. Tatapannya,
takut bercampur ketidakenak-an, dan itu terlihat sangat nyata! Dia mengalihkan
tatapannya, kembali pada soal ditangannya. Mungkin ini akan sedikit bodoh- mungkin
tidak sedikit, tapi banyak! Aku memegang punggung tangan Renata. Dan ternyata
aku baru sadar, kalau tangannya benar-benar dingin. Aku menatapnya, dia
langsung menoleh cepat ke arahku. Mukanya memerah, dan itu pemandangan yang
indah. Oke, mungkin bukan saatnya untuk ini sekarang
.
Tangannya menghangat, dan ini
menyalur langsung ke hatiku sekarang. Dan si hati ini sangat berisik sekarang. Mungkin,
aku akan mati kesenangan sebentar lagi. Semoga kata-kataku sebentar lagi akan
menambah semangatnya.
“Bagaimana jika aku beri satu janji lagi?” dia diam,
sepertinya memperhatikan. “Jika kau berhasil mendapatkan nilai 8 di kiri angka,
aku akan mentraktirmu nonton weekend ini!”. Oh Tuhan, dia diam. Apa dia tidak
tertarik?.
“Jika ditambah traktiran Donat Mint dengan creamchesse, aku setuju…”
dia menjawab! Apa aku terlihat senang?,
“sebanyak yang kau mau Re!”,
“Kamu baik
deh!”. Aku sadar, bahwa si manis berjepit ini mulai menanggapi pembicaraan
ber”aku-kamu”ku. Dia tersenyum. Inilah adegan yang aku tunggu-tunggu. Dia melepaskan genggamanku. Dan mulai menulis
sekarang, menggarap soal-soal itu dengan
semangat. Mungkin sedikit terhenti dengan menggigit-gigit bolpoinnya, atau
dengan menghitung jari-jarinya. itu sungguh terlihat menggemaskan!.
“aku rasa
ada yang akan ku ajak kencan weekend ini” aku sengaja mengeraskan di bagian
“kencan” itu. Tapi aku rasa dia tak dengar, mungkin terlalu sibuk menggarap.
Tunggu! Kenapa sekarang aku jadi mulai berharap? berharap kalau dia akan
menjadi wanita yang pertama kali aku ajak kencan. Dan berharap dia menjadi…
menjadi… pacar? Yang itu agak mustahil. Ah entahlah, yang aku harap sekarang,
semoga dia hanya akan menyelesaikan soalnya dan mendapat nilai diatas 8. Tuhan,
kau sungguh baik. Maukah kau mengabulkan permohonanku ini? Mungkin bukan aku,
tapi KAMI
.
*bersambung
By: TIARA PRADITA