Sabtu, 13 Juli 2013

Cerita Sahabat #5

Kurasa memang tidak ada susah-susahnya mengajari gadis itu. Dia memang anak yang cerdas. Semua materi yang kusampaikan padanya langsung diserapnya dengan baik. Ketika mengerjakan soal latihan pun dia bisa menyelesaikannya dengan baik. Aku bahkan tak mengerti mengapa dia tidak bisa mengikuti pelajaran tadi. Apa karna aku? Ntahlah. Yang jelas aku hanya dapat merasakan jatungku yang sepertinya senang sekali meloncat-loncat ketika berada di dekatnya.
"Sudah sampai Mas" suara itu memubarkan lamunan ku!
"Oh iya" terlihat angka 35.000 tertera di argo itu. Aku langsung mengeluarkan selembar uang 50.000 dan memberikannya pada supir taksi "kembaliannya ambil aja pak" kataku sambil membuka pintu taksi ini. Aku tiba saat kakakku juga tiba di sini. Reuben namanya. Dia keluar dari MINI Cooper Roadsternya dan menatapku. Terlihat sekali wajah sangaaaat ceria yang dipamerkannya. Ada apa ini? Tidak seperti biasanya. Ahh.. Entahlah, aku tak peduli! Yang penting aku sudah bisa melewatkan waktu bersama.. Yaah gadis itu..
.
Reuben berjalan mengekoriku memasuki rumah. Daann, pemandangan super mengejutkan terpapar dihadapanku saat ini. Kakak sulungku, Mada, sedang tersenyum kegirangan di depan laptop miliknya. Aku lantas melongo melihatnya seperti itu
"Kenapa lo bang, senyum-senyum sendiri" kali ini Reuben! Dia mengejutkanku- lagi, setelah supir taksi tadi.
"Haha, nggak papa Ben, lagi seneng aja, hahaha" jawab Mada. Dan ini??! Ini jauh dari jawaban yang biasa dilontarkannya pada kami! Sikap melongoku yang tadi sempat terputus, kulanjutkan lagi setelah mendengar jawaban darinya. Ini sangat jauh dari imej Mada yang selalu dijaganya agar selalu cool dan tenang.
.
#GITA#
.
Astagaa.. Aku nggak menyangka! Ada laki-laki selucu dia! Walaupun aku sempat benar-benar jengkel padanya, tapi ternyata dia sangat jauh dari imej laki-laki menyebalkan. Setelah dengan sukses menjatuhkan barang-barang belanjaanku dan meminta maaf atas itu, dia mentraktir kami bertiga- aku, Annisa, dan Adinda- makan ice cream di salah satu stand di mall itu. Dia menanyakan namaku, dan aku balas melakukannya. Laki-laki itu bernama Reuben. Reuben Nathaniel. Kami membicarakan banyak hal di sana. Mulai dari buku kesukaan kami, hobby kami, musik, dan semua hal, sedangkan Adinda dan Annisa hanya menjadi pendengar setia. Hampir semua hal yang kami bicarakan tak dimengerti oleh Adinda dan Annisa. Hingga dipenghujung perbincangan, kami saling bertukaran nomor kontak. Aku yang awalnya sangat tidak menyukai laki-laki itu, langsung berbalik 180° menjadi sangat menyukainya. Sedangkan kedua sobatku berputar sekitar 100° menjadi biasa-biasa saja kepada laki-laki itu. Bagai mana tidak, banyak sekali hal-hal yang disukai laki-laki itu yang sama sekali tidak dimengerti kedua sobatku, melainkan aku..
.
Apa ini? Aku lapar?! Bukankah tadi aku sudah makan bersama teman-temanku di mall? Azz.. Apa boleh buat. Namanya juga kepentingan perut. Saat keluar kamar, kulihat kakakku sedang sangat khawatir
"kak? Kakak kenapa? Kok mukanya bingung gitu?"
"Gimana kakak nggak bingung?!! Adek kamu, si Renata belom pulang sampe jam segini!" Jawab Lydia setengah nyolot- mungkin nggak setengah, tapi super! Kulirik jam dinding di sebelah lukisan keluarga kami. Iya, benar, sekarang sudah pukul 9 malam!
"udah kakak coba hubungi?"
"udah, dan hapenya mati" kakakku yang satu ini nggak akan pernah berubah jadi senyolot ini kalau bukan karna khawatir. Terlebih, sekarang yang sedang dikhawatirkannya adalah adik kesayangan kami. Renata.

"Hubungi temennya kak?"
"Kakak nggak tau nomernya" Jawab kak Lydia, lebih pelan, tapi sangat terdengar nada khawatir di sana. "Astaga, Renata. Kenapa bisa dia bisa sampe nggak pulang gini sih" Terdengar suara pintu terbuka
"Dah Gita, Dah Lydia" Ternyata mama. 
"Dah Ma" Jawabku
"Renata mana? Udah tidur?"
"Kita sekarang lagi bingung karna itu Ma" jawab kak Lydia "Renata sampai sekarang masih belum pulang Ma. Aku stres!" lanjutnya
"Hah?! Kok bisa? Udah kamu telpon? Kamu itu jadi kakak gimana sih? suruh jagain adeknya aja nggak bisa!" Kata mama, Kami- aku, Kak Lydia, dan Renata -sudah sangat terbiasa bila disalahkan oleh mama. Siapapun yang salah di rumah ini, mama pasti juga akan memarahi semua penghuni rumah ini. "Kamu juga Git! Renata nggak pulang pasti karna kalian nggak ada yang perhatian sama rumah!"
"Ma, yang nggak pulang itu Renata. Kenapa yang dimarahi aku sama kak Lyd? Mama sendiri juga baru pulang sekarang. Mama juga nggak perhatian kan sama rumah?" kataku. Inilah aku. Aku tidak akan pernah terima jika dimarahi atas kesalahan orang lain. Mungkin kalimatku terdengar nggak sopan. Tapi aku akan jauh lebih lega jika bisa melampiaskannya daripada memendamnya seperti yang dilakukan kak Lydia

"Kamu itu jangan bantah! Dibilangin sama orang tua bisanya bantah aja! Kamu itu sama aja kaya adek kamu! bisanya cuma bantah orang tua! Sampe malam gini nggak pulang-pulang kaya gini!....." dan bla bla bla. Akhirnya aku memilih diam. 
"Udah, kamu diem aja. nggak usah didengerin. Dari pada kamu juga kena marah." bisik kak lyd. Terdengar suara pintu yang dibuka. Itu Renata! Sekarang aku mempersilahkan kalian semua untuk menyaksikan- mungkin membaca- perdebatan sengit antara Adekku tercinta, Renata, dengan Mama. Perdebatan antara anak yang selalu membantah dan seorang ibu yang tidak mau mengalah jika sedang mengomel
"Daah.." Sapa Renata
"Kamu ini gimana, baru pulang sekarang....."
.
*bersambung*

By: ADE RENATA

4 komentar: